Banten – Atmosfer jelang Pilkada Serentak 2018 yang sudah diambang pintu disusul Pesta Akbar Pemilu 2019 membuat tensi politik kian memuncuk. Pasalnya, dengan kompetisi yang cukup tinggi tersebut, masing-masing kekuatan pendukung dari berbagai parpol saling unjuk gigi.
Menyikapi hal tersebut, DPP Laskar Islam Banten (LIB) yang merupakan gabungan masyarakat pecinta seni budaya (debus), jawara dan masyarakat Banten sepakat untuk mendukung Polri untuk menciptakan penyelenggaraan Pilkada Serentak 2018 dan Pemilu 2019 secara damai, anti SARA, anti hoax serta menolak dengan tegas aksi terorisme dan radikalisme di tanah air khususnya Banten.
“Kami berkomitmen mewujudkan dan menciptakan suasana pemilihan kepala daerah atau pilkada serentak 2018 dan Pemilu 2019 yang aman dan damai. Dan mengajak semua peserta pilkada serentak 2018 menggunakan cara-cara baik serta damai demi meraih kemenangan, termasuk menjauhi isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA),” tegas Koordinator DPP LIB Ichsan Nugroho Soebadio.
Hal itu mengemuka dalam konferensi pers di Sekretariat DPP Laskar Islam Banten Jalan Kampus Paramita, Binong, Curug Kab. Tangsel Prov. Banten, Sabtu (23/6/2018).
“Kita bersama Polri siap mewujudkan Pilkada damai 2018 tanpa SARA dan anti hoax,” kata dia lagi.
Dijelaskan Ichsan, bahwa Pilkada merupakan bagian utuh dari proses demokrasi dan upaya bersama sebagai bangsa untuk mewujudkan tujuan nasional, yaitu memajukan kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan masyarakat. Dalam bingkai itu, lanjut dia, keterlibatan rakyat Indonesia dalam Pilkada haruslah dimaknai sebagai upaya untuk menjaga tetap tegaknya proses dan budaya demokrasi serta tegaknya NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Sehingga, kata Ichsan, kekuasaan politik jangan dijadikan tujuan utama, tapi hal tsb merupakan alat atau instrument dalam mewujudkan tujuan yang lebih mulia dengan mengunakan kekuasaan tersebut sebagai perpanjangan dari kepentingan rakyat luas dan mengedepankan persatuan dan kerukunan agar bangsa ini tetap kokoh dan rukun.
“Untuk itu, dalam seluruh proses Pilkada Serentak tahun ini kita harus mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa. Seyogyanya kita semua harus bisa menjaga ucapan, sikap dan prilaku, agar tidak makin merusak dan menggoyahkan sendi-sendi NKRI tersebut,” ujar Ichsan.
Lebih lanjut, Ichsan mengakui bahwa proses berdemokrasi di tanah air memang belum sempurna masih menjalani transisi demokrasi, terutama sejak mencetuskan reformasi I998. Masa transisi demokrasi ditandai dengan berbagai macam gejolak dan persoalan yang harus di tuntaskan bersama. Situasi sosial politik yang tak stabil, kebebasan berekspresi yang kebablasan, maraknya kekerasan, masih menyelimuti wajah demokrasi di Indonesia.
“Baik atau tidaknya perjalanan demokrasi kita ke depan sangat ditentukan oleh perjuangan kita bersama melalui masa transisi demokrasi ini. Kita semua harus memilik tanggung jawab bersama untuk melakukan perbaikan terhadap proses dan sistem Pilkada agar menjadi lebih baik dan bisa memberikan manfaat secara langsung terhadap kemajuan kehidupan masyarakat,” bebernya.
Selanjutnya, tambah dia, momentum Pilkada Serentak harus bisa di manfaatkan sebagai media yang bisa mendorong upaya perwujudan kesejahteraan dan pencerdasan rakyat. Mari berkomitmen mencegah dan melawan politisasi SARA. Menurutnya, di sini dibutuhkan kedewasaan, kecerdasan dan rasionalitas serta kesabaran agar tidak hanyut dalam wacana yang dikembangkan oleh berbagai kalangan melalui berbagai opini yang menyesatkan dan menghancurkan proses demokrasi.
“Dalam Pilkada ini kita semua akan dibanjiri dengan berbagai informasi baik positif maupun negatif, melalui media sosial maupun media massa. Situasi ini menuntut kita memiliki daya kritis untuk memilah antara berita palsu atau bohong dengan berita sebenarnya. Disini kita dituntut lebih jeli dan jernih dalam berpikir untuk memilih informasi tersebut fakta atau fiksi,” jelasnya.
Lebih jauh, sambung Ichsan, pihaknya menegaskan bahwa politik adalah sebuah panggilan untuk melayani masyarakat. Maka itu, dia berpesan telah mengharamkan penyalahgunaan politik identitas dalam Pilkada serentak 2018 karena bisa mengakibatkan perpecahan dan akan memberikan contoh yang tidak baik kepada para generasi penerus bangsa.
“Marilah kita bersama-sama untuk sepakat dan mentekadkan diri untuk menjalani Pilkada dan Pilpres kedepan dengan damai, cerdas dan arif agar bisa kita jadikan percontohan positif bagi generasi muda kedepan. LIB kembali menekankan stop penggunaan isu SARA dalam pilkada dan pemilihan umum, jangan pecah belah masyarakat. Berkompetisilah yang sehat dan jauhi unsur SARA,” tukasnya.