JAKARTA – Munculnya wabah virus corona (COVID-19) telah menimbulkan kebingungan di kalangan kaum Muslimin. Bukan hanya karena telah merenggut nyawa banyak orang, tetapi juga adanya perbedaan fatwa di kalangan ulama berkaitan hukum yang menyertainya.
Sebagian ulama dengan tegas menfatwakan supaya kaum Muslimin menghindari wabah tersebut dengan membolehkan meninggalkan shalat jamaah dan shalat Jumát.
Alasannya, menurut Ketua DKM Masjid Fatahillah Beji, Depok Ustadz Zainal Abidin, salah satu media yang sangat potensial bagi penularan virus itu adanya kerumunan atau perkumpulan. Dalam shalat berjamaah tentu terjadi pertemuaan banyak orang di satu tempat.
“Namun, ada sebagian ulama yang tidak setuju dengan pendapat tersebut,” ungkap Ustadz Zainal Abidin, 31 Maret 2020.
Dikatakannya, menjalankan hukum-hukum Islam merupakan prinsip agama walaupun harus mengorbankan jiwa, seperti jihad fi sabilillah. Bukti menjalankan hukum agama di antaranya melaksanakan dzikrullah di Masjid-Masjid serta memakmurkannya dengan shalat fardhu dan shalat Jumat.
“Karena itu masjid tidak boleh ditutup. Dasarnya adalah pendapat
Ibnu Taimiyah bahwa haram menutup masjid-masjid untuk pelaksanaan amalan-amalan yang untuk itu disyariatkan pembangunan masjid,” jelasnya.
Demikian juga pendapat Al-Aini bahwa dimakruhkan mengunci pintu masjid karena seakan-akan itu merupakan larangan shalat (Al-Binayah Syarhul Hidayah lil Marghinani fi Fiqhil Hanafiyah.
“Mengunci pintu masjid mirip dengan tindakan melarang, sehingga dimakruhkan. Ini berdasar firman Allah Ta’ala: “Siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang melarang berzikir mengingat Allah di masjid-masjid Allah?” (QS: al-Baqarah:114),” tuturnya.
Bahkan, lanjut dia, ulama yang menfatwakan larangan shalat di masjid karena corona dituduh terpengaruh paradigma Barat yang sekuler dan materialistis. Barat memandang manusia sebagai komoditas yang khawatir musnah atau setidaknya rugi secara materi yang akan menjadi beban negara.
Karena pemikiran tersebut, kehidupan dunia lebih penting daripada kemaslahatan agama, iman, dan akhirat.
“Cara pandang Barat yang materialistis itu telah mendominasi dalam penyikapan terhadap wabah corona dengan membatasi persoalan ini sebagai wilayah thibb thabi’i semata seperti upaya kehati-hatian, pencegahan, dan pengobatan,” bebernya.
Namun, katanya, di saat yang sama memutus hubungan dengan alam ghaib dan thibb imani yang mengharuskan bertaubat, berinabah, berdoa, dan bertawakal kepada Allah. Juga bersabar terhadap ujian-Nya, ridha kepada takdir-Nya, serta kesadaran akan keagungan-Nya. Padahal, kata dia, itu semua merupakan hakikat keimanan kepada Allah!
“Karenanya, ada pendapat sebuah kebatilan bagi orang yang memahami hakikat Islam, Iman, dan tauhid jika menutup masjid,” ucapnya.
Demikian juga ketika ada kasus pandemi, Rasulullah juga menegaskan agar tidak mendatangi tempat yang terkena wabah dan yang sudah ada di wilayah tersebut tidak keluar agar tidak menular ke orang lain. Hal ini kemudian juga dipraktekkan ole para Sahabat seperti Umar bin Khatab yang membatalkan ke Damasku karena di wilayah tersebut terkena pendemi thaún.
“Merebaknya virus corona yang sangat mematikan saat ini, mengharuskan penjagaan terhadap agama (hifdz al-din) tidak boleh bertentangan dengan tujuan-tujuan syariat yang lainnya yaitu salah satunya adalah menjaga jiwa (hifdzun nafs),” tambah dia.
Dia melanjutkan kebolehan untuk mengganti shalat Jumat tidak lain adalah bagian dari penjagaan atas hak hidup manusia atau jiwa manusia. Tanpa meninggalkan penjagaan terhadap agama, yaitu tetap beribadah dengan mengganti shalat Jumat dengan shalat Dzuhur.
Setelah mendengar, memperhatikan, dan menjawab beberapa pertanyaan dari para Ketua DKM, maka dengan ini merujuk pada fatwa MUI serta seruan-seruan dari beberapa teman-teman, dengan ini kami mengajak dan sekaligus untuk dapat dilaksanakan bersama-sama untuk para DKM kiranya dapat meniadakan kegiatan-kegiatan yang menghadirkan banyak jemaah, termasuk di antaranya adalah kegiatan shalat Fardu dan shalat Jumat di masjid.
“Kepada teman-teman para khatib kami juga berharap untuk dapat kerja sama yang baik, bukan dalam artian kita tidak melaksanakan shalat Jumat, tapi kita alihkan kegiatan shalat Jumat menjadi shalat Zhuhur di rumah masing-masing, berjemaah dengan keluarga, insyaallah mudah-mudahan harapan kita semua bahwa kegiatan ibadah kita menjadi sempurna, masyarakat kita pun menjadi terselamatkan dari COVID-19,” pungkasnya.