Jakarta – Pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk menjalankan kedaulatan dan merupakan lembaga demokrasi. Pertarungan antar partai politik untuk menentukan masa depan Indonesia sudah mendekati saat-saat yang sangat penting dan urgent.
Doktor Ilmu Komunikasi Antonius Benny Susetyo mengatakan, bahwa pemilu yang berkualitas terjadi jika seluruh kontestan (kandidat calon presiden dan wakil presiden) bisa meraba suasana kebatinan di masyarakat, bahwa yang dibutuhkan dari regularitas penyelenggaraan pemilu itu ialah perbaikan nasib bangsa dan negara kedepan, yang akan berdampak pada kehidupan masyarakat.
Di sisi lain, Benny mengatakan siap tidak siapnya pemilu, namun rakyat telah siap dan matang dalam menghadapi pesta demokrasi dengan kepiawaiannya memilah milah sosok pemimpin.
“Rakyat itu memiliki kematangan dalam demokrasi, rakyat itu bisa memilah-milah dan itulah yang sebenarnya menjadi aset bangsa kita. Sehingga saya optimis, meskipun pemilu itu siap tidak siap, rakyat siap, dan rakyat itu pengawas, apalagi anak-anak muda yang jago IT, itu kan juga mereka memantau. Maka nanti akan muncul pemantau-pemantau independen,” tuturnya pada acara Visi Negarawan “Menuju Pemilu 2024 Jujur dan Adil” MetroTV.
Suara gen X dan Z dikatakan Benny sebagai kunci pada Pilpres 2024. Perhelatan ini akan diwarnai perebutan suara generasi X dan Z oleh masing-masing calon kandidat presiden. Namun menundukkan mereka sungguh tak mudah.
“Perebutan suara untuk generasi X dan Z masing-masing calon kandidat mencoba mendekati, bahkan menarik dukungan simpati dengan beberapa cara lewat model-model komunikasi yang mereka tawarkan,”, ucapnya.
Namun, Pakar Komunikasi Politik itu menyampaikan, para kandidat lupa bahwa komunikasi adalah medium dan sarana. “Padahal komunikasi akan efektif kalau anak-anak muda itu melihat sosok kandidat sebagai role model. Mereka anak-anak muda yang realistis,” paparnya.
Menurut Benny, yang juga seorang budayawan itu juga menyampiakan, pendekatan komunikasi yang paing efektif adalah menyentuh hati pemilih pemula dengan pendekatan minat dan hobi yang diselaraskan dengan algoritma gen X dan Z.
“Maka pendekatan komunikasi dengan mendekati hobi, bakat dan minat lewat algoritma mereka, tidak hanya sekedar pendekatan yang parsial, tetapi pendekatan terhadap generasi Z membutuhkan kedekatan-kedekatan personal yang khusus atau dalam komunikasi disebut pendekatan komunikasi interpersonal,” ujarnya.
Komunikasi akan efektif, lanjut Benny jika anak-anak muda itu melihat sosok kandidat (calon presiden dan wakil presiden) sebagai role model, sebaliknya, anak-anak muda akan muak dan cuek kalau calon-calon pemimpin (kandidat) itu tidak punya gagasan yang orisinil atau gagasan yang mampu memberi harapan terhadap generasi X dan Z.
“Mereka anak-anak muda itu adalah anak-anak yang realistis, yang mereka bisa mengakses informasi dan mendapatkan informasi lewat media sosial, lewat juga sarana-sarana pertemanan, bahkan dengan grup-grup WA. mereka mendapatkan informasi tentang rekam jejak, sosok-sosok pemipmin. Daya kritis yang luar biasa itu akan sulit dijinakan atau dikendalikan kalau para pemimpin itu tidak memiliki visi pemimpin yang autentik,” jelasnya.
Para anak muda itu ingin para pemimpinnya mempunyai rekam jejak bersih, masa lalunya tidak dibuat-buat atau seolah-olah. Atau si kandidat tidak berani mengakui kegagalan atau kesalahan, bahkan pelanggaran-pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
“Generasi x n z Itu, mreka ingin para pemimpinnya itu memiliki rekam jejak yang bersih, rekam jejak yang masa lalunya tidak dibuat-buat atau seolah-olah mereka tidak berani mengakui kegagalan atau kesalahan bahkan pelanggaran-pelanggaran terhadap problem hak asasi manusia. Maka anak anak generasi X dan Z itu anak-anak yang selalu mempertanyakan tentang rekam jejak, masa lalu dan mengenai bagaimana membangun keluarga sebagai role model dancontohnya,” katanya.
Menjadi pemimpin yang otentik itu tidak penuh kepura-puraan tidak membuat kesadaran palsu dan menciptakan seolah-olah dia adalah figur yang dekat dengan presiden.
Jadi, tegas dia, masing-masing calon presiden harus mampu memahami tentang realitas dan masalah yang mereka hadapi. Terutama, bagaimana kandidat mampu menciptakan komunikasi yang tidak perlu berpura-pura.
Tetapi komunikasi yang berdasarkan kesadaran meditatif. “Ini adalah kesadaran bukan kepura-puraan, kesadaran yang tidak orisinil. Namun kesadaran di mana masing-masing calon presiden mau melakukan sebuah pertobatan sosial,” katanya.
Apa itu pertobatan sosial? Menurut Romo Benny, pertobatan sosial adalah sadar, tahu, mau. Bahwa agenda besar yang mereka tawarkan adalah sadar bahwa generasi milenial tidak bisa disetir, tidak bisa dikendalikan, mau memahami realitas yang berbeda dan tahu kebutuhannya.
“Maka harus perlu loncatan berpikir, dimana cara pendekatan mereka tidak sekedar saya dapat apa memperoleh apa, tetapi lebih pendekatan kesadaran bahwa anak anak generasi jamannya memilik keunikan dan memiliki cara tersendiri:, ucapnya.
Benny menganalogikan kepiawaian anak muda sebagai busur panah. “Mereka itu bagaikan busur panah dan busur panah itu begitu mampu untuk memanah sampai pada titik Harapan. Maka mengendalikan mereka tidak semudah memberi suara di dalam karung”, tutupnya.