Yogyakarta – Pengamat kebijakan publik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (Fisipol UGM), Arga Pribadi Imawan, menyatakan upaya untuk mewujudkan hak angket yang kini sedang dilakukan oleh sejumlah partai politik untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilu 2024 akan menghadapi kendala yang cukup besar.
Hal ini terkait dinamika politik pascapengumuman hasil Pemilu 2024, khususnya Partai Nasdem yang mulai menunjukkan membuka ruang koalisi dengan kubu pemenang Pilpres 2024, Prabowo-Gibran.
“Melihat kondisi politik yang sedang berjalan dan konsolidasi elite yang kuat, terutama dengan pergeseran sikap Nasdem, hal itu menjadi indikasi kuat bahwa usaha pengguliran hak angket yang ingin dikonsolidasikan oleh pasangan 01 dan 03 mungkin akan mengalami hambatan,” jelas Arga dalam diskusi di kampus UGM pada Jumat (22/4/2024).
Menurut Arga, mewujudkan hak angket menjadi sesuatu yang sulit, terutama melalui jalur formal yang sah. Oleh karena itu, yang bisa dilakukan oleh akademisi, aktivis, dan organisasi masyarakat sipil saat ini adalah memperkuat peran masyarakat sebagai kekuatan seimbang terhadap pemerintah.
Sementara itu, pengamat akuntansi forensik dari Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) UGM, Rijadh Djatu Winardi, berpendapat dari segi ekonomi, pasar cenderung menginginkan agar pemilu berlangsung dalam satu putaran.
“Kehadiran hak angket menciptakan ketidakpastian, yang bisa meresponsnya secara negatif, terutama pasar modal. Survei dari Bursa Efek Indonesia menunjukkan mayoritas pelaku pasar lebih memilih pemilu yang selesai dalam satu putaran,” ungkap Rijadh.
Menurutnya, saat ini para investor masih menahan diri untuk berinvestasi di Indonesia, terutama investor asing dengan modal besar, yang akan menunggu perkembangan situasi politik di dalam negeri.