JAKARTA – Ketok palu pengesahan RUU Omnibus Law oleh DPR RI pada Senin (5/10/2020) memicu jutaan buruh turun ke jalan.
Para pekerja/buruh merasa kecewa dan sakit hati atas pengesahan Undang – Undang Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker).
Selain tidak sesuai jadwal alias dipercepat, para buruh/pekerja menyakini banyak pasal – pasal dalam UU Omnibus Law Ciptaker tersebut yang merugikan hak – hak mereka.
Atas dasar itu, jutaan buruh/pekerja rela meninggalkan pekerjaan dan keluarga turun ke jalan menggelar aksi mogok tolak UU Omnibus Law Ciptaker.
“Persoalannya saat ini sedang pandemi Covid -19. Ada baiknya teman – teman berpikir ulang lagi untuk ramai – ramai bergerombol turun ke jalan”, ujar Wakil Sekjen Jaringan Aktivis Reformasi Indonesia (JARI) 98, Donny Fraga Wijaya, Kamis (8/10/2020).
Donny mengatakan, menyuarakan aspirasi melalui aksi massa memang dilindungi oleh undang – undang. Dan hak semua orang untuk menyuarakan aspirasinya.
Akan tetapi, dalam menyampaikan aspirasi perlu dipikirkan kembali pola – pola atau cara yang lebih elegan dan tidak membahayakan keselamatan diri dan keluarga.
“Banyak hal yang bisa dilakukan dalam menolak Undang – Undang Omnibus Law, tidak melulu harus turun ke jalan. Bisa dengan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi atau dengan dialog,” jelasnya.
Donny lantas memberi contoh dengan menyebutkan aksi penolakan buruh di Kutai Timur. Meski sejumlah serikat buruh beberapa daerah di Indonesia melakukan aksi unjuk rasa atau turun ke jalan menyerukan penolakan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) yang disahkan DPR RI Senin (5/10/2020) lalu.
“Serikat buruh di Kutai Timur (Kutim) menyampaikan penolakan dengan cara berbeda. Para buruh disana melakukan kegiatan hearing dengan DPRD dan Pemkab Kutim. Mereka memilih pola seperti ini karena sadar betul untuk menjaga keselamatan diri dan keluarganya dikarenakan saat ini pandemi Covid -19,” ujarnya.
Donny juga mengatakan, buruh/pekerja mesti mewaspadai adanya dugaan kepentingan politik tersembunyi oleh kelompok tertentu di balik ajakan aksi besar – besaran oleh para ketua serikat buruh.
“Jangan sampai perjuangan menolak Undang – Undang Omnibus Law ternyata ditunggangi oleh kepentingan politik kelompok tertentu,” tandas Donny.