KPK Mesti Tetapkan Anies sebagai Tersangka, Tidak Ada Alasan Lagi

Jakarta – SEBAGAI lembaga negara, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jangan terjebak dan takut dengan preasure ataupun loby-loby politik dalam menuntaskan dugaan korupsi Formula E. Terlebih saat ini dibangun opini bahwa kasus Formula E hanya sebatas masalah administrasi.

Agar tidak menjadi polemik yang berkepanjangan serta bahan gorengan politik, maka saya akan sajikan data mengenai Formula E sesuai dengan Memorandum of Understanding (MOU), atau perjanjian antara PT Jakpro dengan FEO.

Bacaan Lainnya

Pemprov.DKI Jakarta disertakan sebagai “penjamin” atau disebut sebagai Parental Guareantee, dimana dalam perjanjian tersebut akan melakukan kewajiban membayar Comitmen fee dan kewajiban lainnya apabila PT Jakpro tidak dapat melaksanakan kewajibannya kepada FEO. Comitmen Fee tersebut berjangka waktu selama 5 Tahun.

Adapun rincian pembayarannya setiap tahun sbb;
Sesi 2019/2020; £ 20.000.000
Sesi 2020/2021; £ 22.000.000
Sesi 2021/2022; £ 24.000.000
Sesi 2022/2023; £ 26.620.000
Sesi 2023/2024; £ 29.282.000
Total keseluruhan 5 sesi sebesar £ 122.102.000 (seratus dua puluh dua juta, seratus dua ribu Euro).

Bila dirupiahkan dengan asumsi 1£ = Rp 18.000,00 maka total seluruh sesi ekuivalen sebesar Rp 2.197.836.000.000,00
Disamping itu, Pemprov DKI Jakarta juga berkewajiban untuk membayar asuransi sebesar £ 35.000.000 (tiga puluh lima juta Euro) untuk FEO, FIA, Tim peserta dan pembalap peserta serta seluruh kontraktor dan tamu FEO, FIA, Tim dan pihak terkait.

Untuk asuransi tersebut FEO meminta agar diperbaharui setiap tahunnya.
Perjanjian (MOU) yang ditandatangani oleh Direktur Utama PT Jakpro yang menyatakan bahwa Pemprov DKI Jakarta sebagai penjamin (Parental Guareantee) atas pelaksanaan Formula E di Jakarta, sesuai dengan dokumen yang diterima Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) belum ditemukan adanya persetujuan oleh DPRD DKI Jakarta terkait perjanjian (MOU) yang menyatakan bahwa Pemprov DKI Jakarta sebagai penjamin.

Pemprov DKI Jakarta belum membayar Pajak Penghasilan dan PPN Jasa Luar Negeri sesuai dengan UU No 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan yang mana pasal 26 menyatakan “Atas penghasilan tersebut dibawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek Pajak dalam negeri, penyelenggaraan kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan; (c) royalty, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

Namun dikarenakan Indonesia memiliki Tax Treaty (Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Inggris Raya dan Irlandia Utara Mengenai Penghindaran Pajak Berganda dan Pencegahan pengelakan pajak yang berhubungan dengan pajak-pajak atas pendapatan dan kekayaan pada tanggal 5 April 1993 yang efektif berlaku tanggal 1 Januari 1995) dengan negara Inggris pada pasal 13 dan 16 maka tarif PPH pasal 26 menjad 10% dari pembayaran bruto.

Selain PPh pasal 26, pembayaran Commitmen Fee tersebut dapat dikategorikan sebagai objek pajak PPN karena sifat Commitment Fee tersebut adalah jasa kena pajak dengan penjelasan sebagai berikut;
“Pajak pertambahan nilai memiliki sejumlah objek seperti PPN pada impor/ekspor barang kena pajak (BKP), pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar dan dalam daerah pabean atau PPN atas JKP dari luar daerah pabean atau PPN jasa luar negeri”
Dasar hukum:
– Pasal 4 ayat (1) huruf d dan e UU PPN
– PMK-40/pmk.03/2010
– PP No 1 Tahun 2012
– SE-147/PJ/2010

Maka potensi kerugian negara atas pembayaran Commitment Fee yang dibayarkan Pemprov.DKI Jakarta kepada FEO adalah sebesar Rp 32.727.272.727,27 dengan rincian sbb;
Potensi PPN Jasa Luar Negeri; Rp 360.000.000.000 x 10/100 = Rp 32.727.272.727,27

Hal lain yang perlu menjadi pertimbangan KPK adalah anggaran yang dihabiskan untuk merevitalisasi Kawasan Monumen Nasional (Monas) yang mana proyek tersebut dianggarkan untuk mempersiapkan sirkuit balapan Formula E, yang mana Pemprov,DKI Jakarta merusak kawasan cagar budaya.

Walaupun Sekneg melarang atas revitalisasi tersebut tetapi Gubernur tetap memaksakanya, setelah selesai revitalisasi perlombaan Formula E tetapi tidak jadi dilaksanakan di Monas, sehingga revitalisasi menjadi pemborosan anggaran.

Dengan demikian tidak ada alasan KPK tidak menetapkan Mantan Gubernur DKI Jakrta Anies Baswedan menjadi Tersangka.

Penulis adalah Direktur Eksekutif KP3I Tom Pasaribu, S.H, M.H.

Pos terkait