Oleh: Ayik Heriansyah
Amal berhubungan dengan aktivitas fisik. Kita beramal dalam ruang dan waktu. Kita beramal di atas bumi, bukan di ruang kosong. Kita bukan angin yang bergerak di atas awan di antara langit dan bumi. Kita bukan pula malaikat dan jin yang dapat melintasi ruang-ruang angkasa di langit.
Setiap kita punya pin point yaitu titik di mana dan kapan kita mengerjakan suatu amal. Lokasi dan waktu menjadi perkara penting dalam ajaran Islam. Sah atau tidak suatu amal tergantung lokasi dan waktu pelaksanaannya. Karena itu titik pin (pin point) menjadi hal penting terkait pelaksanaan dari suatu amal.
Empat rukun Islam; Shalat fardlu lima waktu, puasa ramadlan, zakat dan haji sudah diatur lokasi dan waktu pelaksanaanya secara rinci. Sehingga sah atau tidaknya tergantung lokasi dan waktunya.
Ada amal yang sudah ditentukan lokasi dan waktunya bagi muslim sedunia, yaitu ibadah haji. Ibadah haji dan umrah hanya sah dikerjakan di Mekkah. Haji sudah tertentu waktunya, sedangkan umrah bisa setiap saat. Adapun manasik haji dan umrah dapat dilakukan di manapun dan kapanpun, cuma bukan termasuk ibadah haji dan umrah itu sendiri.
Ibadah shalat dapat dikerjakan di manapun asal menghadap kiblat pada waktu-waktu tertentu. Agar shalatnya sah maka lokasi dan waktu shalat harus sesuai dengan lokasi dan waktu orang yang mengamalkannya. Itu yang disebut dengan pin point.
Misalnya, orang Bandung dan orang Madinah shalat sama-sama menghadap ke kiblat (Ka’bah/Mekkah). Akan tetapi mereka mengarah ke arah yang berbeda. Orang Bandung mengarah ke Barat, sedangkan orang Madinah mengarah ke Selatan. Perbedaan ini terjadi karena pin point orang Bandung dengan orang Madinah terhadap kiblat, berbeda.
Seandainya orang Bandung mengikuti arah shalat orang Madinah, malah shalatnya menjadi tidak sah, karena menghadap ke Benua Australia. Atau sebaliknya apabila orang Madinah shalat mengikuti arah orang Bandung, maka shalatnya tidak sah, karena menghadap ke arah Benua Afrika.
Dalam konteks yang lebih luas, pin point keindonesiaan menjadi perkara penting guna memposisikan diri dengan benar, tepat, akurat dan maslahat dalam sejarah umat Islam. Sebab pin point Arab modern dengan Indonesia itu berbeda.
Contohnya di masa lalu Arab modern terbentuk dari pecahan-pecahan kecil wilayah Khilafah Utsmaniyah akibat imperialisme Barat dengan menghembuskan isu nasionalisme Arab. Sedangkan Indonesia lahir dari penyatuan kesultanan-kesultanan kecil dengan semangat nasionalisme Indonesia pasca kolonialisme Eropa dan Jepang.
Karena negara-negara Arab modern hadiah dari imperialisme Barat, penguasa-penguasa di sana dipilih dan diangkat atas persetujuan Barat maka mereka tidak lebih dari sekedar boneka-boneka Barat. Lain halnya dengan Indonesia. Indonesia berdiri bukan karena hadiah dari Belanda atau Jepang. Indonesia independen sejak lahir dengan politik luar negeri bebas aktif. Indonesia non blok ketika perang dingin antara Amerika dan Uni Sovyet. Indonesia menjalin hubungan yang seimbang, proporsional dan profesional dengan negara manapun pasca perang dingin.
Di masa depan Arab akan menjadi lokasi berdirinya kembali khilafah ‘ala minhajin nubuwwah yang kedua. Apakah itu di jazirah Arab sebagaimana yang diberitakan dalam hadis tentang pembai’atan Imam Mahdi atau di Syam (Suriah, Lebanon, Palestina dan Yordania) seperti berita gembira yang dijanjikan Nabi Saw dalam hadis-hadis bisyarah nubuwwah. Adapun Indonesia tidak disebut-sebut dalam hadis-hadis tersebut. Dengan demikian dapat dipastikan Indonesia bukan lokasi tempat berdirinya khilafah ‘ala minhajin nubuwwah yang kedua.
Indonesia tetap pada posisinya sebagai daulah ‘ammah, yaitu negara secara umum yang absah menurut syariat karena terdapat aktivitas nashbul imam di dalamnya (Pilpres). Nashbul imam inilah esensi dari khilafah (imamah) yang tertera di dalam kitab-kitab ulama zaman dulu sampai sekarang.
Begitu kira-kira pin point kita sebagai orang Indonesia. Tinggal kita isi negara Indonesia ini dengan amal-amal peradaban sehingga menjadi negara super power yang adil dan beradab.