Jakarta – Civitas Academica mengajak publik menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal sengketa hasil Pilpres 2024 sebagai akhir dari kontestasi politik yang menyedot perhatian masyarakat beberapa bulan terakhir ini.
Putusan MK diharapkan menjadi akhir dari kontestasi tak berkesudahan yang mengoyak tenun kebangsaan dan memecah belah persahabatan.
Hal ini disampaikan Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Setiawan Al-Fadly dalam seminar ‘Mahasiswa dan Rekonsiliasi Kebangsaan: Merawat Kohesi Sosial Pasca Putusan MK Demi Demokrasi Bermartabat’ di Gedung Teatrikal Library UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Senin (29/4/2024).
“Putusan MK harus menjadi akhir dari kontestasi politik tak berkesudahan, kontestasi politik yang mengoyak-ngoyak tenun kebangsaan, kontestasi politik yang memecah persahabatan,” kata dia.
“Putusan MK harusnya juga menjadi perekat persaudaraan masing-masing kita,” terang Al-Fadly.
Pemilu 2024, kata dia, tidak boleh menjadi ladang disintegrasi dan konflik sosial. Mementum rekonsiliasi kebangsaan dipandang mendesak dilakukan, mulai elit politik hingga akar rumput.
Menurutnya, rekonsiliasi merupakan proses rujuk nasional untuk mengakhiri konfrontasi dalam rangka menjaga kohesi sosial dalam masyarakat.
“Langkah-langkah rekonsiliasi kebangsaan mendesak dilakukan melalui banyak cara. Misalnya, dialog antar pihak dengan mengedepankan kepentingan kolektif kebangsaan, kerjasama politik dan komitmen kebangsaan bersama yang mengedepankan keadilan dan keterbukaan,” kata Al-Fadly.
Meski begitu, rekonsiliasi kebangsaan bukan tentang peleburan dua kubu politik. Rekonsiliasi dimaknai sebagai kesadaran moral kolektif yang menjelma dalam praktik politik luhur dengan mendahulukan kepentingan bangsa.
“Rekonsiliasi adalah model penerimaan politik atas proses pemilu demi menihilkan potensi kerusuhan politik di masyarakat akar rumput. Tetapi, dalam tubuh demokrasi, kekuatan checks and balances harus tetap terjaga sebagai kontrol sosial. Pada konteks inilah, komitmen mahasiswa dan pemuda memiliki posisi strategis,” kata Al-Fadly.
“Kampus, sebagai lumbung intelektual, harus lebih aksesebel memberikan penguatan pengetahuan politik terhadap mahasiswa,” pungkas dia.
Hadir pada kesempatan itu, Ketua DEMA FUPI UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Setiawan Al-Fadly, Pakar Hukum Tata Negara UIN Yogyakarta Gugun El Guyanie, Peneliti Pusat Studi Pancasila dan Bela Negara UIN Yogyakarta Ali Usman.
Hadir juga menjadi keynote speaker Dekan FUPI UIN Sunan Kalijaga, Prof Inayah Rohmaniyah.