JAKARTA – Akhirnya 238 WNI berhasil dievakuasi dengan selamat. Kemenkes sudah memastikan bahwa 238 WNI tersebut semua dalam keadaan sehat dan sudah lolos screening oleh otoritas China.
Selanjutnya Pemerintah akan menjalankan protokol kesehatan sesuai standard WHO dengan melakukan isolasi selama 14 hari kepada 238 WNI dari Wuhan China, 5 orang tim aju, dan kru pejemput. Isolasi akan dilakukan di pangkalan militer Natuna.
Pengamat Intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta pun membeberkan alasan keputusan isolasi di Pangkalan Natuna. Menurutnya, keputusan ini berdasarkan berbagai pertimbangan seperti lokasi jauh dari pemukiman penduduk, akses dari landasan udara sangat dekat, dan paling penting infrastruktur dan personel yang mendukung.
“Perlu diketahui bahwa organisasi yang selalu siap dalam penanganan kondisi darurat, termasuk infrastruktur dan personelnya adalah TNI. Kesiapan TNI ini, termasuk pangkalan militernya sebagai tempat isolasi, harus diapresiasi,” ungkap Stanislaus, hari ini.
Meskipun, kata dia, pemerintah melalui kerjasama TNI, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Luar Negeri sudah berupaya terbaik untuk menyelamatkan 238 WNI dari Wuhan, namun tetap saja ada polemik dan penolakan dari dalam negeri. Penolakan yang kuat justru dari pejabat publik yaitu Wakil Bupati Natuna, yang kemudian diikuti oleh sebagian masyarakatnya yang menentang Natuna sebagai tempat isolasi.
Sebelumnya, Wakil Bupati (Wabup) Natuna Ngesti Yuni Suprapti menyatakan bahwa pemerintah pusat tidak berkoordinasi dalam memutuskan kebijakan Natuna sebagai tempat isolasi.
Ngesti juga menyebutkan Natuna belum siap menghadapi kebijakan pemerintah pusat. Selain itu Ngesti yang merupakan politisi Golkar tersebut menjelaskan bahwa Pemkab Natuna belum mengetahui bagaimana upaya antisipasi yang dilakukan agar tidak ada seorang pun warga Natuna yang terinfeksi virus corona.
“Sikap Ngesti sebagai pejabat publik ini sangat memprihatinkan,” kata dia.
Selain menentang kebijakan pemerintah pusat, lanjut Stanis, Ngesti juga dapat dinilai mempunyai sikap empati yang rendah terhadap sesama WNI yang sedang mengalami kesulitan. Kekhwatiran Ngesti juga berlebihan, mengingat WNI yang dievakuasi dari Wuhan, tim aju dan kru penjemput sudah dipastikan oleh Kementrian Kesehatan dalam keadaan sehat.
“Sikap Ngesti tampak lebih politis untuk lebih populer di masyarakat daripada bersikap bijak mendukung pemerintah dan berempati kepada WNI yang dievakuasi,” jelasnya.
Dikatakannya, Indonesia beberapa kali menerima pengungsi warga negara asing seperti dari Vietnam dan Myanmar. Bahkan tanpa tahu siapa dan bagaimana kondisi kesehatannya, para pengungsi tersebut diterima dengan baik. Menjadi ironis jika sesama warga negara sendiri justru ditentang padahal risiko-risiko yang dikhawatirkan sudah diantisipasi.
Pilihan menggunakan pangkalan militer di Pulau Natuna sebagai tempat isolasi WNI yang dievakuasi dari Wuhan China sudah sangat tepat. Kementerian Kesehatan, Kementrian Luar Negeri dan TNI akan melakukan hal terbaik bagi masyarakatnya.
“Keraguan dan kekhawatiran atas hal tersebut harus ditepis, kecuali memang jika ada motif tertentu yang jauh melibihi masalah kemanusiaan dan solidaritas sesama warga negara,” pungkas mahasiswa Doktoral Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia.