Pemerintah pusat harus memberikan kewenangan penuh terhadap Pemerintah Daerah Papua dan Papua Barat, DPRP, DPRPB, MRP, MRPB, masyarakat adat, dan stakeholder lainnya. Sehingga masyarakat Papua merasa memiliki atas tanah dan sumber daya alam yang ada di wilayah adatnya. Demikian disampaikan oleh Maxi N. Ahoren, Ketua Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) dalam diskusi pubik terkait dampak kewenangan pusat terhadap Masyarakat Hukum Adat (MHA), Tanah dan Sumber Daya Alam (SDA) di Tanah Papua berlangsung di Hotel Ibis Style, Jakarta pada 11 Januari 2021 yang diselenggarakan oleh Perkumpulan Panah Papua, Papuanan Conservation, dan Perkumpulan Mongka Papua.
“Pemerintah Pusat harus berikan kewenangan sepenuhnya sesuai UU Otonomi Khusus, agar Orang Asli Papua, khususnya masyarakat adat merasa memiliki,” jelas Maxi N, Ahoren.
Hadir sebagai narasumber dalam diskusi tersebut adalah Maxi N. Ahoren, SE, (Ketua Majelis Rakyat Papua Barat/MRPB), Yustina Ogoney, SE, (Perwakilan Perempuan Adat Marga Ogoney, Kabupaten Teluk Bintuni), Dr. Filep Wamafma, M.Hum. (Anggota DPD RI Dapil Papua Barat Periode 2029-2024), Yan P. Mandenas, S. Sos., M. Si, (Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Dapil Papua periode 2019-2024), dan George K. Dedaida, S.Hut., M. Si. (Fraksi Otonomi Khusus, Papua Barat (DPRPB)). Dan sebagai moderator adalah Ketua MRPB Periode 2012-2017, Zainal Abidin Bay.
Yustina Ogoney selaku perwakilan perempuan adat menyampaikan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus mengakui, melindungi dan menghormati hak-hak perempuan dan anak, karena akibat dari kebijakan pembangunan, perempuan sangat rentan. “Saat ini, akibat kebijakan pemerintah pusat, wilayah adat masuk dalam konsesi seluas 3 juta hektar, dan itu sangat berdampak buruk terhadap perempuan dan anak,” ungkapnya.
Sementara itu Senator perwakilan Papua Barat, Filep Wamafma menegaskan saat ini masyarakat hukum adat sudah diakui keberadaan beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup. Lanjut Filep, dengan demikian Pemerintah Papua dan Papua Barat harus menyediakan regulasi masyarakat hukum adat berdasarkan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 43, UU Otonomi Khusus.
“Pemerintah Papua dan Papua Barat bersama MRP, MRPB, DPRP dan DPRPB Fraksi Otsus harus bersama-sama mendorong pengakuan, perlindungan, penghormatan, dan pemberdayaan masyarakat hukum adat di Tanah Papua,” ujar Filep.
Sulfianto mewakili organisasi masyarakat sipil Panah Papua, Papuana Conservation dan Perkumpulan Mongka Papua menyampaikan hasil temuan bahwa masyarakat adat papua memiliki akses yang terbatas terhadap pengelolaan sumber daya alam mereka dan hak pengelolaan ini kendalanya ada di pusat. Oleh karena itu kegiatan ini diinisiasi guna menyebarkan kepada publik tentang kondisi Papua.