LAMPUNG TENGAH – Ketua Majelis Pimpinan Wilayah (MPW) Ikatan Khatib Dewan Masjid Indonesia (IKDMI) Lampung, Ahmad Dimyathi, mengajak umat memahami moderatisasi Islam guna menangkal faham ekstremisme yang berkembang.
Menurut Gus Dim, sapaan akrabnya, pemahaman moderat akan melahirkan pemikiran yang terbuka, dan mampu menangkis faham-faham yang menjurus dalam ekstrimisme.
“Karena Islam adalah umat yang wasaton, moderat. Harus punya sikap tabayun, dapat meneliti, kroscek, dan riset terhadap semua pemikiran yang berkembang,” kata Ahmad Dimyathi di kediamannya di Kecamatan Anak Tuha, Minggu (28/3).
Gus Dim menambahkan, sifat lainnya yang harus diketahui untuk menangkal faham ekstremisme ialah tawazun atau berimbang terhadap pemikiran yang berkembang, terbuka dan tidak menutup diri.
Ahmad Dimyathi mengatakan, pemuda juga harus mempunyai sifat Adl’ atau objektif dengan tidak memandang kebaikan dari satu sisi saja dan menolak sisi lainnya, serta Tasamuh atau toleran terhadap sesama manusia tanpa memandang latar belakang agama dan lain sebagainya.
“Jadi kalau seseorang melampaui empat sifat di atas, dengan sangat mudah seseorang akan terpengaruh ekstremisme kanan ataupun kiri dan menjadi Tatoruf atau berpola pikir sumbu pendek,” ungkapnya.
Gus Dim mengatakan, pencegahan faham ekstremisme harus dilakukan secara preemtif, menjalin silaturahmi dan diskusi dan debat terbuka agar masyarakat tahu dasar pemahaman penganut ekstremisme.
Menurutnya, Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan dasarnya Pancasila sudah mewakili sebagai negara yang berkeadilan terhadap semua golongan dan agama.
Salah satu wilayah di Lamteng yang mempunyai historis dengan pergerakan ekstremisme adalah Kampung Poncowarno, Kecamatan Kalirejo dengan terungkapnya jaringan Jamaah Ansorut Daulah (JAD) beberapa waktu lalu.
Meski pelaku berinisial DS telah bebas dari penjara, namun keberadaan DS dan sejumlah pengikutnya di kampung Poncowarno masih menjadi pertanyaan sejumlah warga di sana.
Kepala Kampung Poncowarno, Heri Eliyanto, saat dikonfirmasi mengatakan, DS dan jamaahnya terkesan tertutup, dan kerap menggelar pengajian yang hanya diikuti oleh sejumlah orang saja.
“Sebelum dia ditangkap, setiap malam ada kajian malam Jumat yang diikuti jemaah mereka saja. Tapi kalau sekarang sudah gak pernah lagi. Mereka tertutup kalau dengan orang lain,” kata Heri Eliyanto.
Ditambahkan Heri Eliyanto, sedikitnya ada enam orang lainnya yang aktif dalam kegiatan pengajian DS. Meski berdomisili di Poncowarno, namun baik pihak kampung dan warga kurang mengetahui apa pekerjaan dan latarbelakang mereka.
Heri menyebutkan, salah satu sifat ekstrem DS dan jemaahnya yakni, mereka enggan memasang bendera saat perayaan hari kemerdekaan dan enggan salat berjamaah dengan imam yang seorang pegawai sipil.
Namun begitu Heri menegaskan, masyarakat di Kampung Poncowarno sudah sangat mengerti sifat mereka, dan menolak doktrin terkait ekstremisme yang bertentangan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.