Jakarta – Pengamat Kebijakan Publik Amir Hamzah patut bersyukur bahwa event Formula E telah berlangsung dengan cukup sukses. Sayangnya, kata dia, kenangan bagus yang disisakan oleh agenda balapan mobil listrik ini lebih kompleks bobot politiknya, ketimbang dampak ekonomi dan sosial budayanya.
“Tentang Feasibility Study (FS) maupun commitment fee-nya, sepanjang pengamatan saya info dan data akuratnya sudah ada ditangan KPK,” tegas Amir Hamzah, hari ini.
Namun, kata dia, yang masih menjadi tanda tanya adalah apakah pelaksanaan Formula E ini hanya didasarkan pada MoU antara Jakpro dengan FEO ataukah ada juga kontrak kerja sama antara keduanya.
“Inilah yang menurut saya yang akan diselidik untuk kemudian disidik dan selanjutnya akan ditentukan ada atau tidak adanya tersangka dalam kasus Formula E ini,” ujarnya.
Dalam konteks itu, kata dia, ia melihat bahwa selain data dan info dari masyarakat termasuk anggota dan Ketua DPRD. KPK juga sudah punya data pendukung berupa hasil audit BPK terhadap pelaksanaan APBD DKI TA 2019.
“Justru karena itulah saya menduga bahwa dalam satu atau dua Minggu kedepan KPK sudah akan melakukan validasi dan finalisasi terhadap kasus ini,” sambungnya.
Soal untung rugi pasca penyelenggaraan Formula E, kata dia, untung atau rugi akan menjadi beban Jakpro. Bila Untung maka setoran Jakpro ke APBD. Sebaliknya bila rugi maka setorannya adalah negatif.
“Hal ini tentu harus dicermati oleh DPRD untuk lakukan penelusuran terhadap pengelolaan dana PMD yang telah disetujui legislatif untuk dikucurkan kepada BUMD kesayangan Gubernur Anies Baswedan ini. Karena itulah agar masalah yang ada di Jakpro tidak terus berlarut-larut maka sebaiknya DPRD DKI Jakarta mampu memperlihatkan keberanian politiknya untuk membentuk Pansus Jakpro,” pungkasnya.