Pemilu 2024 Jangan Sampai Terpecah Belah, Beda Pilihan Boleh Tapi Tetap Jaga Persatuan

Jakarta – Ketum Forum Masyarakat Cinta Bangsa (FMCB), Sayuti menyampaikan bahwa yang paling utama dari Pemilu 2024 sejatinya bukan soal siapa Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih, akan tetapi bagaimana memastikan perbedaan pilihan politik tidak membuat masyarakat Indonesia terpecah-belah.

“Makanya kita dari kelompok masyarakat menjaga bangsa ini, siapa pun Presidennya, bodo amat. Tapi bagaimana persatuan dan kesatuan itu yang utama,” kata Suyuti dalam diskusi publik dengan tema ‘Ancaman Polarisasi dan Ujaran Kebencian : Bermuatan SARA di ruang digital di tahun politik’ yang diselenggarakan di Omah Kopi 45, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (31/10).

Bacaan Lainnya

Ia menegaskan bahwa berdasarkan pengalaman di Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 lalu, serta Pilpres 2019, polarisasi antar masyarakat telah membuat ekosistem berbangsa dan bernegara rusak parah. Sebab, di dua momentum pemilu itu, pertarungan SARA lebih dominan ketimbang ide gagasan maupun visi misi.

“Karena efek dari SARA ini susah kita bereskan,” tegasnya.

Bahkan kata dia, perbedaan politik di pemilu sebelumnya sampai ada yang membuat suami istri bercerai dan antar keluarga saling bermusuhan. Fanatisme politik yang dicampur-adukkan dengan isu SARA membuat banyak orang sulit berpikir dewasa.

“Politik pakai isu SARA dan identitas itu merusak tatanan keluarga, tetangga. Bahkan di Pilkada 2017 ada yang cerai lho di DKI. Makanya kita buat gerakan yang tujuannya untuk siapa pun presidennya, maka kita harus pastikan persatuan dan kesatuan bangsa tetap terjaga,” tutur Suyuti.

Oleh sebab itu, kedewasaan dalam berpolitik sangat penting dilakukan di Pemilu 2024 nanti. Politik harus dilakukan secara elegan dengan mengedepankan ide dan gagasan, bukan lagi sentimen rasial yang berpotensi besar merusak tatanan sosial.

“Saya ingin mengajak oknum-oknum yang suka menyebar ujaran kebencian, hoaks dan politisasi agama, ayo bersama-sama stop. Jangan korbankan bangsa ini, persatuan kita jangan diobok-obok. Ayo pesta demokrasi kita manfaatkan betul untuk menuju Indonesia Emas,”

Sementara itu, Direktur Eksekutif Studi Rakyat Demokrasi (SDR), Hari Purwanto, menilai bahwa sejatinya masyarakat sudah lelah dengan pengalaman politik tahun-tahun sebelumnya yang diwarnai oleh isu agama, ras, dan golongan seperti tahun-tahun sebelumnya.

Saat ini yang lebih penting bagi masyarakat adalah fokus pada visi misi, dan program calon presiden dan calon wakil presiden. Jadi demokrasi tahun ini menjadi platform positif yang berfokus pada gagasan dan ide, bukan polarisasi dan ujaran kebencian. Ini pun sebagai bentuk progres kedewasaan demokrasi dalam menjemput Pilpres 2024.

“Hari ini pemuda yang jadi mayoritas pemilih melihat pilpres lebih menekankan bagaimana menjaga keutuhan berbangsa dan bernegara. Karena kalau kita lihat di atas enggak ada ribut-ribut, mereka bisa saling makan bersama, duduk bareng,” kata Hari

Sementara itu Ketua Umum Relawan PRABU, Arvindo Noviar, mengamati bahwa saat ini polarisasi politik sudah berkurang, terutama di kalangan generasi muda yang semakin aktif dalam ruang publik digital. Meskipun demikian ia menyoroti semacam adanya penurunan semangat nasionalisme akibat pengaruh media sosial dan digitalisasi.

“Semesta mendukung membuat pemilu indonesia menjadi 3 pasang, rasa-rasanya kok posisi diametralnya tidak terlalu ketat. Ada ruang elaborasi,” ucapnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *