Jakarta – Kelompok buruh FSPMI berencana akan melakukan serangkaian aksi unjuk rasa besar-besaran untuk menuntut kenaikan Upah Minimum (UM) tahun 2026. Tuntutan utama mereka berpusat pada kenaikan UM 8,5 % – 10 % sesuai amanat putusan MK 168 yang mendorong kearah penyesuaian Kebutuhan Hidup Layak (KHL). FSPMI mendesak pemerintah untuk bersikap transparan dan adil dalam penetapan formula upah, memastikan UM 2026 benar-benar mampu memulihkan daya beli pekerja.
Dalam pernyataannya, Winarso selaku Pimpinan Wilayah FSPMI Jakarta, memberikan jaminan tegas mengenai pelaksanaan aksi. Ia menyatakan bahwa seluruh kegiatan penyampaian pendapat di muka umum akan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998. Komitmen ini diambil untuk menghindari segala bentuk tindakan anarkis, menjaga ketertiban umum, serta menghormati hak-hak masyarakat lainnya.
“Kami menyuarakan hak konstitusional kami. Namun, ini dilakukan dengan penuh tanggung jawab. Aksi buruh adalah penyampaian aspirasi, bukan pemicu keresahan sosial,” ujar Winarso.
Jaminan ini diharapkan dapat meredam kekhawatiran publik dan pelaku usaha mengenai potensi gangguan keamanan selama masa tuntutan upah.
FSPMI Jakarta juga menyoroti pentingnya menjaga iklim investasi. Mereka berpendapat bahwa upah yang layak adalah prasyarat untuk menciptakan tenaga kerja yang produktif dan loyal, yang pada akhirnya akan menjadi insentif positif bagi investasi jangka panjang di Indonesia. Peningkatan daya beli yang stabil diyakini akan memperkuat pasar domestik.
Untuk mewujudkan komitmen ketertiban, FSPMI Jakarta menyatakan akan bekerja sama erat dengan aparat keamanan untuk mengatur alur massa dan memitigasi risiko gangguan Kamtibmas. Koordinasi ini meliputi penentuan rute, waktu aksi, dan jumlah massa, demi memastikan stabilitas tetap terjaga.
Pekerja berharap pemerintah segera membuka ruang dialog yang substantif dan adil.
Winarso menegaskan bahwa aksi akan terus berlanjut secara damai hingga tuntutan mereka akan penetapan UM 2026 yang berkeadilan terpenuhi.





