Jakarta – Asosiasi Bank Sampah Indonesia (ASOBSI) merupakan wadah nasional yang menghimpun dan memperkuat gerakan bank sampah di berbagai daerah. Dipimpin oleh Wilda Yanti sebagai Ketua Umum, ASOBSI berperan strategis dalam mendorong pengelolaan sampah dari sumbernya, yaitu rumah tangga dan komunitas. Fokus utama ASOBSI adalah memastikan sampah dipilah sejak hulu, dikelola secara berkelanjutan, serta memberi manfaat lingkungan, sosial, dan ekonomi bagi masyarakat. Dalam konteks krisis sampah yang semakin kompleks, keberadaan ASOBSI menjadi simpul penting penghubung antara kebijakan nasional dan praktik nyata di tingkat tapak.
Wilda Yanti menegaskan bahwa bank sampah bukan sekadar program lingkungan berbasis sukarela, melainkan bagian dari sistem pengelolaan sampah nasional yang tidak bisa diabaikan. Bank sampah berperan langsung menekan timbulan sampah ke TPA, mengurangi pencemaran, serta membangun kesadaran publik tentang tanggung jawab pengelolaan sampah. “Hulu adalah kunci. Kalau pemilahan tidak berjalan di masyarakat, maka sebaik apa pun teknologi di hilir akan selalu kewalahan,” ujarnya.
Dalam kaitannya dengan kebijakan Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL), ASOBSI menyatakan dukungan terhadap upaya pemerintah mencari solusi jangka panjang atas persoalan sampah perkotaan. Namun, Wilda Yanti mengingatkan bahwa PSEL tidak boleh diposisikan sebagai solusi tunggal. Tanpa penguatan bank sampah dan TPS 3R (Reduce, Reuse, Recycle), PSEL berisiko hanya memindahkan masalah dari satu titik ke titik lain. Sampah yang tercampur, basah, dan tidak terpilah akan menurunkan efisiensi teknologi serta meningkatkan biaya operasional.
Menurut ASOBSI, bank sampah dan TPS 3R memiliki fungsi strategis sebagai penyedia bahan baku yang lebih terkontrol bagi sistem PSEL. Pemilahan di sumber mampu mengurangi kontaminasi, meningkatkan kualitas residu yang masuk fasilitas pengolahan, serta memastikan proses konversi energi berjalan lebih optimal. Selain itu, penguatan hulu juga menciptakan manfaat tambahan berupa lapangan kerja lokal, ekonomi sirkular, dan pengurangan beban lingkungan di wilayah sekitar TPA.
Wilda Yanti menekankan pentingnya keberpihakan kebijakan. Dukungan terhadap PSEL harus berjalan seiring dengan penguatan regulasi, pendanaan, dan pendampingan bagi bank sampah dan TPS 3R. “Jika pemerintah serius dengan PSEL, maka serius juga memperkuat aktor di hulu. Bank sampah dan TPS 3R jangan hanya dilihat sebagai pelengkap, tapi sebagai fondasi sistem,” tegasnya.
ASOBSI mendorong pemerintah daerah untuk menjadikan bank sampah sebagai mitra resmi dalam sistem pengelolaan sampah terpadu. Skema insentif, integrasi data, peningkatan kapasitas pengelola, serta dukungan teknologi sederhana dinilai penting agar gerakan ini berkelanjutan. Dengan begitu, kebijakan PSEL tidak berdiri di atas sistem yang rapuh, tetapi ditopang oleh jaringan komunitas yang aktif dan berdaya.
“Pengelolaan sampah yang kuat selalu dimulai dari hulu. Ketika masyarakat dilibatkan, bank sampah diperkuat, dan TPS 3R berfungsi optimal, maka PSEL akan berjalan lebih efisien dan adil. Di situlah arah kebijakan seharusnya bergerak,” tutup Wilda Yanti.





