JAKARTA – Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Hardli Stefano F Pariela berpesan agar para tokoh maupun elit politik agar tidak asal mengeluarkan statemen apalagi gegabah dalam menyebarkan informasi bohong alias hoaks.
“Para tokoh atau elit dalam menghadapi Pilpres kali ini supaya tidak mengeluarkan statemen yang hoaks. Ini gawat jika dimuat oleh media. Berhati-hati dalam menyikapi itu, mulai dari hal yang remeh temeh seperti tempe lah,” ungkap Hardli.
Hal itu mengemuka dalam diskusi publik bertema “Zaman Now, Jangan Sebar Hoaks !!” di UP2YU Cafe n Resto Hotel Ibis Cikini Jakarta Pusat, Kamis (1/11/2018).
Turut hadir narasumber lainnya yakni Kornas Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Sunanto, dan Pengamat Intelijen Nuruddin Lazuardi.
Lebih lanjut, Hardli menyarankan agar para elit politik bisa mengajarkan masyarakat untuk tidak menyebarkan berita tanpa melakukan konfirmasi terlebih dahulu.
“Kita harus bisa punya komitmen bersama untuk memerangi hoaks. Dan berhati-hatilah dalam menyebarkan maupun menerima informasi,” ucap Hardli.
“Pesan buat teman jurnalis agar tepat menyampaikan data dan fakta yang kuat,” tambah dia lagi.
Lebih jauh, Hardli menghimbau agar para tokoh dan elit bisa memberikan contoh ke masyarakat, jangan mendidik masyarakat melalui informasi hoaks dan ujaran kebencian. Hal ini dinilainya penting di tengah berkembangnya media sosial yang sedemikian pesat di Indonesia.
“Elit politik harus berlaku bijaksana dengan tidak ikut menyebarkan informasi bohong. Berikan contoh ke masyarakat agar tidak ikut-ikutan menyebarkan hoaks,” sebut dia.
“Bagi kita semua sebelum sharing perlu disaring dan dicek dari media online terpercaya ayo membangun kesadaran bersama,” kata Hardli lagi.
Ditempat yang sama, Sunanto mengatakan cara mencegah hoaks dengan memperkuat literasi dan meningkatkan pendidikan sehingga bisa lebih arif dan bijak ketika mendapatkan informasi dan sebelum menyebarkannya.
“Semua anak muda harus mampu dan pintar memfilter informasi yang didapat,” kata dia.
Dikatakan Sunanto, penyebaran hoaks bisa menjadi sumber perpecahan masyarakat. Kata dia, efek samping dari penyebaran hoaks bisa menghilangkan rasionalitas dan memperpecah persatuan.
“Sebagai warga negara kita harus tahu, bahwa hoaks akan menjadikan konflik sosial,” tutur Sunanto.
“Hoaks ini semakin masif karena mendapatkan momentum seperti Pemilu,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Pengamat intelijen, Nuruddin Lazuardi mengingatkan kepada masyarakat luar agar tidak termakan hoaks apalagi sampai ikut menyebarkan berita dan informasi bohong itu.
Alasan yang paling mendasar disampaikan Nuruddin adalah dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh hoaks tersebut sangat tinggi, yakni perpecahan.
“Perlu saya tegaskan bahwa ancaman hoaks itu besar sekali. Targetnya apa, polarisasi perpecahan,” kata Nuruddin.
Sejauh ini, menurut Nuruddin, bahwa hoaks memiliki perkembangan media. Jika dahulu hoaks menyebar dari mulut ke mulut, kemudian menyusul melalui media pesan singkat alias SMS, email dan hingga hari ini penyebarannya sudah semakin masif yakni media sosial.
Dikatakannya pula, bahwa hoaks akan menyasar pada media yang paling dekat dan paling sering diakses oleh publik. Salah satu platform yang disebut Nuruddin adalah aplikasi Whatsapp.
“Hoaks paling ngeri berada di peredaran broadcast whatsapp. First impression. Dia akan mempengaruhi pola pikir kita. Impresi yang kita terima atau informasi awal itulah yang paling mempengaruhi pola pikir kita,” terangnya.
Kemudian, Nuruddin pun mengajak kepada seluruh pihak agar ikut berpartisipasi secara aktif melawan penyebaran hoaks.
“Bagaimana menangkalnya apakah tugas pemerintah saja, jelas tidak, hoaks ini musuh kita bersama, jangan ikut menyebarkan,” tukasnya.