JAKARTA – Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) nasional dikabarkan berada dalam situasi stagnan. Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Danang Girindrawardana, menyatakan bahwa sektor ini mengalami stagnasi akibat serbuan masif barang tekstil impor yang tak terkendali, menutup peluang bagi pertumbuhan industri domestik.
Kritik tajam disampaikan Danang terkait pengelolaan impor. Menurutnya, masalah utama berakar pada ketiadaan transparansi dalam penetapan kuota impor tekstil. Ia menduga hal tersebut, telah menjadi celah empuk “permainan” oleh oknum Aparat Penegak Hukum (APH), yang semakin memperburuk daya saing produk lokal.
“Industri tekstil kita mengalami stagnasi karena serbuan barang impor yang tidak terkendali. Ini diperparah dengan tidak adanya transparansi dalam penetapan kuota impor. Kami menduga celah ini telah dimanfaatkan oleh oknum APH untuk kepentingan pribadi, yang ujung-ujungnya merugikan produsen dalam negeri,” tegas Danang di Jakarta.
Danang mendesak pemerintah transparan terkait data importir dan melakukan audit terhadap pejabat kementerian yang menjadi sorotan utama API tertuju pada manajemen data importir. Danang menyayangkan hingga saat ini data importir tekstil belum dibuka secara transparan di laman web yang dapat diakses publik. Ketiadaan akses ini, kata dia, sangat menyulitkan fungsi pengawasan oleh Aparat Penegak Hukum maupun masyarakat terhadap praktik importir nakal yang terindikasi melakukan kecurangan atau dumping.
“Bagaimana kami bisa mengawasi importir nakal jika data tidak dibuka? Kami perlu tahu siapa saja yang mendapat kuota dan berapa jumlahnya, agar ada akuntabilitas. Tanpa transparansi data, pengawasan menjadi nihil dan potensi permainan kuota semakin tinggi,” jelasnya.
Untuk mengatasi carut-marut ini, API menyampaikan dua desakan mendesak kepada Pemerintah:
1. Audit Pejabat Kementerian: Danang secara eksplisit meminta agar pejabat di kementerian terkait segera diaudit sehubungan dengan pengelolaan data importir. Permintaan ini bertujuan untuk menjamin integritas dan akuntabilitas dalam pengelolaan kuota impor serta memutus mata rantai dugaan suap atau penyalahgunaan wewenang.
2. Kajian Menyeluruh Regulasi: API mendesak adanya pengkajian komprehensif terkait proses perizinan impor, banyaknya bentuk variabel, serta ragam Peraturan Teknis (Pertek) yang diterbitkan oleh kementerian terkait. Hal ini penting untuk menciptakan regulasi yang sederhana, efektif, dan tidak tumpang tindih.
API mengapresiasi penerbitan Keputusan Menteri Perindustrian (Kepmenperin) Nomor 27 Tahun 2025 tentang Tata Cara Penerbitan Pertimbangan Teknis Impor Tekstil dan Produk Tekstil, serta Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor Tekstil dan Produk Tekstil. Kedua regulasi ini diharapkan menjadi instrumen hukum yang kuat dalam mengendalikan arus impor dan memberikan perlindungan nyata bagi industri lokal.
“Kami mengapresiasi regulasi baru ini sebagai niat baik Pemerintah. Namun, kunci utamanya adalah implementasi yang tegas di lapangan dan keberanian untuk melakukan bersih-bersih dari praktik yang merugikan industri. Tanpa transparansi data dan audit, regulasi sebaik apapun akan tetap menjadir macan kertas,” tutup Danang.
API berharap Pemerintah segera mengambil tindakan tegas agar industri TPT nasional dapat kembali pulih, tumbuh, dan berdaya saing di tengah tantangan pasar global.





