Jakarta – Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta Andre Vincent Wenas menegaskan bahwa untuk membongkar tuntas kasus dugaan korupsi Formula E perlu keberanian ekstra dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Untuk membongkar tuntas perlu keberanian ekstra dari KPK, itu kalau KPK masih mengklaim dirinya independen,” tegas Andre, hari ini.
Menurutnya, upaya KPK untuk membongkar kasus Formula-E ini akan konsekuensinya bakal membongkar aib banyak pihak yang de-facto juga terlibat di dalamnya.
“Ke depan, parlemen Jakarta perlu “cuci darah”, harus diganti dengan darah baru,” sentilnya.
Dikatakannya, kasus Formula-E ini sebetulnya sederhana, hanya lantaran keterlibatan banyak pihak berpengaruh yang terlibat dari awalnya sehingga terasa keras sekali upaya menutupi serta mengaburkannya.
Kalau di tilik dengan teliti awal kasus Formula-E ini dicetuskan Gubernur Anies sejak tahun 2019, dan dibawa ke dalam rapat DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019 itu faktanya memang disetujui anggarannya oleh parlemen Jakarta periode itu.
“Jadi semua fraksi (partai politik) yang terlibat dalam persetujuan itu mestinya ikut bertanggungjawab. Ini indikasi korupsi berjamaah oleh eksekutif dan legislatif! Ini konspirasi, itu tak bisa dipungkiri,” ujarnya lagi.
Kemudian, lanjut dia, di kuartal akhir tahun 2019 itu terjadi pergantian anggota DPRD DKI Jakarta hasil pileg April 2019, dan ada fraksi baru di parlemen Jakarta (Fraksi PSI). Dan sejak ada fraksi PSI di parlemen Jakarta skandal Formula-E itu mencuat ke permukaan, menyusul skandal Lem Aibon dan rentetannya yang juga dibongar oleh William Aditya Sarana dkk (dari Fraksi PSI). Namun, berdampak dilaporkan ke Badan Kehormatan DPRD DKI lantaran diduga melanggar kode etik karena membongkar keganjilan tersebut.
“Maka sejak itulah “proyek Formula-E” yang dicurigai sebagai “proyek bancakan berjamaah” itu dihalang-halangi dan dipersulit upaya pengungkapannya. Ini jelas konspirasi bancakan anggaran,” sebutnya.
Dengan Lengsernya Anies, KPK Harusnya Bisa Tingkatkan Kasus Formula E ke Penyidikan
Sementara itu, Direktur Rumah Politik Indonesia Fernando Emas mengatakan dengan berakhirnya masa jabatan Anies Baswedan pada tanggal 16 Oktober 2022 seharusnya lebih mempermudah KPK melakukan pendalaman atas kasus Formula E.
“Seharusnya KPK bisa segera menentukan status kasus Formula E apakah layak ditingkatkan kepenyidikan dan menetapkan Anies Baswedan sebagai tersangka,” tutur Fernando Emas.
Kata dia, lamanya penanganan kasus Formula E oleh KPK dan belum ada keputusan membuat lembaga anti rasuah tersebut semakin kehilangan kepercayaan masyarakat, apalagi ada upaya penggiringan opini dari sekelompok orang bahwa penanganan kasus Formula E tidak murni persoalan hukum.
“Pejabat Gubernur DKI Jakarta yang akan meneruskan kepemimpinan Anies Baswedan akan menerima limpahan tugas berat dan tanggung jawab akibat keputusan Anies selama memimpin DKI Jakarta,” jelasnya lagi.
Misalnya seperti penyelenggaraan Formula E yang kontraknya dilakukan oleh Anies sampai pada tahun ke 2 dan ke 3. Seharusnya tidak boleh dilakukan oleh Anies karena penyelenggaraan tahun ke 2 dan ke 3 dilaksanakan pada saat masa jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta sudah selesai.
“Sebaiknya Pejabat Gubernur DKI Jakarta melakukan konsultasi kepada Menteri Dalam Negeri untuk bisa dibatalkan penyelenggaraan Formula E ditahun ke 2 dan ke 3,” pungkasnya.