Jakarta — Reformasi Polri 2025 memasuki tahap konsolidasi setelah melalui serangkaian evaluasi internal dan perbaikan pasca dinamika unjuk rasa pada Agustus lalu. Data indikator kinerja menunjukkan peningkatan transparansi layanan, perbaikan mekanisme kontrol internal, serta penurunan eskalasi ketegangan pada sejumlah aksi massa.
Polri melaporkan peningkatan penggunaan body worn camera, optimalisasi SP2HP digital, serta peningkatan respons waktu dalam penanganan laporan masyarakat. Selain itu, beberapa Polda melaporkan bahwa koordinasi antara pasukan lapangan, negosiator, dan command center berjalan lebih sinkron dibanding periode sebelumnya.
Pengamat intelijen dan keamanan, Stanislaus Riyanta, menilai capaian ini sebagai hasil tahap awal Reformasi Polri yang dapat dilihat secara kasat mata.
“Reformasi Polri bukan jargon. Kita mulai melihat dampaknya: anggota lebih dialogis, pengawasan internal diperkuat, dan Polri lebih terbuka menjelaskan langkah-langkah mereka kepada publik,” ungkap Stanislaus, Selasa (19/11).
Ia menambahkan bahwa tingkat respons Polri dalam menghadapi isu publik saat ini jauh lebih cepat dibanding periode sebelumnya.
“Keterbukaan informasi meningkat. Polri cepat menjelaskan, cepat mengklarifikasi, cepat merespons. Ini membuat tensi di publik menurun,” ujar Stanislaus.
Menurutnya, perubahan kultur pelayanan — dari paradigma “menjaga” menjadi “melayani” — merupakan inti dari Reformasi Polri yang mulai terasa di lapangan.
Stanislaus menegaskan bahwa konsistensi akan menjadi kunci keberhasilan.
“Reformasi ini berjalan, tetapi harus dijaga ritmenya. Masyarakat sudah mulai melihat hasilnya,” tutupnya.





